Polri Kerja Sama Dengan FBI, Tangkap Penjual Alat Peretasan Akun Start Up Internasional

Banjar Baru - Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri mengungkap kejahatan penjualan alat peretasan akun aplikasi start-up internasional.

Dalam kasus tersebut, ditetapkan sebagai tersangka dengan inisial RNS (21) yang ditangkap Bareskrim Polri hasil kerja sama dengan FBI dan Interpol di Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtippidsiber) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Asep Edi Suheri mengatakan tersangka melakukan penjualan alat peretasan menggunakan bitcoin yang telah memakan korban 70 ribu lebih akun startup internasional.

"Alat peretasan ini telah menyasar lebih dari 70.000 akun yang tersebar di 43 negara.

Beberapa di antaranya Thailand, Hongkong, Jepang, Prancis, USA, dan Inggris," kata Asep dalam keterangannya kepada Najica, Jumat (18/2).

Akibat tindak pidana tersebut, overall kerugian yang dilakukan tersangka mencapai lebih dari Rp 31 miliar.

"Berdasarkan hasil penelusuran sementara, kerugian yang ditimbulkan akibat kejahatan ini sudah menembus angka Rp 31 miliar," jelasnya.

Adapun barang bukti yang disita dari penangkapan tersebut yakni mulai dari ponsel hingga laptop yang digunakan tersangka untuk melakukan aksinya tersebut.

"1 Unit Handphone Merk apple iphone 11 Pro, 1 Buah Smartwatch merk Apple Watch, 1 buah buku tabungan Tahapan BCA, 1 unit Sepeda Motor R2 Merk Honda Scoopy, 1 unit Sepeda Electric motor R2 Merk Yamaha R6, 1 system Sepeda Motor R2 Merk Kawasaki, 1 unit Mobil R4 jenis Sedan Merk BMW 320i AT, 1 buah kartu tanda penduduk (KTP) Kalimantan Selatan dengan NIK 6308051002000 ***, 1 Unit Laptop merk Microsoft Surface dan 1 unit Laptop merk Lenovo 81Q6 Legion Y545," ungkapnya.

"Kepada pengguna repayment online ataupun E-commerce agar lebih berhati-hati dalam penggunaan data pribadi," jelasnya.

Atas perbuatannya, RNS dijerat dengan Pasal 50 jo Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan ancaman hukuman maksimal 20 Tahun.

"Berkas Perkara terkait kasus tersebut saat ini telah dinyatakan lengkap oleh JPU dan dalam proses pelimpahan ke Kejagung," pungkasnya.

Terkait hal itu, Asep mengimbau kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan akses pembayaran secara online.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Usai Terjadinya Serangan, Presiden Ukraina Siap Bernegosiasi Untuk Akhiri Serangan Rusia